HATI
Pendahuluan
Mengungkapkan konsep hati membutuhkan perenungan
yang dalam, karena berkaitan dengan filsafat yang merupakan suatu bidang
pengetahuan yang berkehendak mengetahui segala sesuatu secara mendalam sehingga
tercapai kebenaran yang sebenar-benarnya.
Pusat
kendali kehidupan manusia terletak di tiga tempat; indera, akal dan hati. Akal
diyakini sebagai elemen yang menghasilkan pengetahuan logis (filsafat)
sedangkan hati menghasilkan pengetahuan yang supralogis yang disebut dengan
pengetahuan mistik; iman termasuk di dalamnya.
Pada
perjalanannya, terjadi pergumulan dominasi antara hati dan akal. Titik-titik rivalitas
keduanya dapat kita runut dalam sejarah dan filsafat. Awalnya terjadi antara
sofisme dan Socrates, yang kedua antara credo ut intelligam-nya abad
pertengahan dan Descartes, dan yang ketiga antara sofisme modern dan Immanuel
Kant. Pada jaman Yunani Kuno, akal mendapat peran vital. Prinsip manusia
adalah ukuran kebenaran dan semua kebenaran adalah relative
menunjukkan hal tersebut. Socrates bertindak sebaliknya, ia meyakinkan orang
Athena bahwa ada kebenaran umum yang dapat diterima oleh semua orang. Socrates
meneguhkan kembali sains dan agama. Abad Skolastika meneguhkan superioritas
gereja, Descartes mengagungkan peran akal. Comte mengesampingkan metafisika,
Kant memenangkan peran hati dan akal.
Pada
kenyataannya, hati mendapat peran yang besar. Banyak predikat yang disematkan
pada hati. Sehati, hati nurani, hati kecil, kecil hati, jantung hati, jatuh
hati, rendah hati, hati-hati, sedih hati, komplikasi hati, adalah beberapa
contoh diantaranya. Tulisan berikut mencoba mengetengahkan “hati” dalam sejarah
dan filsafatnya.
Pembahasan
Hati
dapat dimaknai dalam dua wajah. Pertama sebagai organ badan yang berwarna kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga
perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu. Pengertian anatomis hati ini, memiliki
keterkaitan dengan hadits Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal
daging, jika ia baik seluruh tubuh akan baik jika ia rusak seluruh tubuh
akan rusak. Ketahuilah dialah hati. (HR BukhariMuslim)
Kedua, hati sebagai sesuatu yang ada dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan
pengertian, perasaan dan sebagainya.
Pengertian kedua ini dapat kita ambil dari Al-Quran diantaranya:
maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati
yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan
itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al Hajj 22:46)
Dan
menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan
rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hati- nya, supaya
ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). (QS. Al Qashas,
28:10)
Menggapai kebenaran yang hakiki membutuhkanlah hati
yang jernih yang melurusi segala akal dan hati itu sendiri, karena manusia
tidak akan pernah sanggup menggunakan fikirannya untuk membuat suatu kebenaran
diatas kebenaran Tuhan. Pidato pembelaan Socrates sebagaimana
ditulis Plato dalam Apologia menunjukkan bahwa Socrates tidak hanya mengandalkan
pendapat akal tetapi juga pada kekuatan hati (rasa).
Augustinus (354-430) berpendapat
bahwa tugas manusia adalah memahamii gejala kenyataan yang selalu berubah. Naturnya
jiwa itu bertempat dalam badan jasmani. Hati dan jiwa tidak ada tanpa badan,
akan tetapi jiwa tidak bergantung pada badan. Hati dan jiwa lebih tinggi
daripada badan, lebih hakikat daripada badan.
Menurut
Plotinus (204-270) terdapat tiga realitas: The One, The Mind, The
Soul. The One adalah Tuhan dalam pandangan Philo, yaitu suatu
realitas yang tidak mungkin dapat dipahami melalui metode sains dan logika,
berada di luar eksistensi, di luar segala nilai. Ia transenden terhadap segala
makhluk. Nous atau Mind, adalah kesatuan ide yang merupakan bentuk asli
dari objek-objek, dimana untuk dapat menghayati dibutuhkan perenungan yang
dalam. The Soul adalah arsitek dari semua fenomena yang ada di alam ini.
Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur (QS.
Al Mulk, 67:23).
Hati dapat pula menjadi timbangan dalam
menilai arti hidup. Kenyataan hidup tidak terbatas pada fisik materi yang
terkumpul, namun sejatinya terletak pada kekayaan hati manusia. Kaya itu
bukanlah lantaran banyak harta. Tetapi, kaya itu adalah kaya hati (HR Muslim).
Kebenaran dan kebajikan yang didefinisikan
melalui pergumulan sengit ide, pendapat dan akal, dapat pula ditimbang dengan
hati. Kebajikan itu ialah baiknya budi pekerti dan dosa itu ialah apa-apa yang
engkau rasakan bimbang dalam dada - yakni hati - dan engkau tidak suka
kalau hal itu diketahui oleh orang banyak." (HR Muslim)
Di antara penyebab timbulnya penyakit
keras hati adalah fenomena hiasan dunia di era kontemporer ini, terbuainya
manusia olehnya serta beragamnya problematika. Oleh karena itu, anda bisa
menjumpai anak kecil yang belum begitu mengenal godaan duniawi dan godaan
duniawi pun belum menyentuhnya lebih banyak khusyu' dan tangisnya karena
hatinya tersentuh dibandingkan dengan orang dewasa. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram
Diantara
sarana yang dapat menangkis kesedihan dan keguncangan hati adalah terputusnya
pikiran sepenuhnya untuk memberikan perhatian kepada pekerjaan hari ini yang
sedang dihadapinya dan menghentikan pikiran dari menoleh jauh ke waktu
mendatang dari kesedihan menengok masa lampau. kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih (QS. Asy Syu’ara, 26:89)
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Ahmad Tafsir. 2009.
Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosda Karya
2.
Idzam Fautanu. (2012). Filsafat
Ilmu. Jakarta: Referensi
http://salafidb.googlepages.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar