Senin, 23 Mei 2016

Model 11

JIWA
PENDAHULUAN
Pusat dari seluruh mythology dewa Yunani ialah dewa besar, yaitu Apollo[1]. Dewa besar, menunjukkan bahwasanya kepercayaan tentang adanya sesuatu diluar manusia telah ada semenjak peradaban manusia. Hal ini dipengaruhi oleh perasaan tentang adanya Yang Ada. Perenungan tentang perasaan bahwa ada sesuatu yang menguasai alam ini mengantarkan filsuf untuk sampai pada Yang mutlak. Dialah Yang Maha Kuasa, Akal pertama, Dialah puncak dan puncaknya menurut Plato adalah ideal; Dialah Tao, yang menurut Lao Tze, tak dapat diberi nama[2].
Filsafat Yunani kemudian berkembang ke arah kosmologi; filsafat alam. Terma kosmos, atau yang ada atau al-Koon merujuk pada benda, gerak, ruang-waktu, struktur, undang-undang (natuurwet) dan pengaturnya[3]. Pertanyaan yang mengemuka kala itu berkaitan dengan arche alam, apa sebenarnya bahan alam semesta itu?. Jawaban dari pertanyaan ini dimulai oleh Thales, yang berpendapat bahwa asal dari segala sesuatu adalah air. Diikuti oleh Anaximander yang mengatakan asal dari segala adalah Aperion. Anaximenes berpendapat bahwa asal segala benda adalah udara. Dan Phytagoras menyampaikan bahwasanya bilangan mengatur alam semesta, dan pokok segala bilangan adalah satu[4].
Filsafat alam kemudian dikembalikan oleh Socrates kepada filsafat diri. Melalui ungkapan “kenalilah dirimu, kenalilah dirimu…” Socrates membangunkan kesadaran manusia untuk terbuka pada kebenaran, mencintai kebijaksanaan, menghargai prinsip hidup, berani melawan arus untuk sampai pada hulu kebenaran. Socrates mengajak manusia untuk mengenali diri sendiri sebagai manusia yang sesungguhnya. Prinsip tersebut, mendorong Socrates tetap tegar menghadapi vonis mati, meski ia merasa tidak bersalah dan terbuka peluang melarikan diri dari hukuman. Apa yang paling layak untuk hidup, layak pula untuk mati.[5]
                Alangkah besar dan hebatnya rahasia diri, sedemikian hingga kalangan sufi memiliki kredo “Siapapun yang mengenal dirinya, niscaya kenallah ia akan Tuhannya”. Di setiap jaman, manusia memiliki pertanyaan tentang siapa sejatinya dirinya. Fisik jasadnya atau sesuatu yang ada pada tubuh kasarnya itu?
JIWA PADA ZAMAN PURBA
                Pada zaman pra aksara, terdapat masyarakat yang mengenal Osiris (Matahari) dan Isis (Alam) sebagai sesembahan. Kala itu mereka berkeyakinan bahwa jiwa manusia mempunyai dua tujuan: perikatan (manunggal) didalam benda dan kebangkitan kea rah cahaya. Jiwa berasal dari surga, sedangkan keberadaannya di dunia dipandang sebagai hukuman. Selama ada dalam penjelmaan (inkarnasi) jiwa itu lupa kepada asalnya, dibelenggu oleh benda, mabuk terhadap kehidupan, terpenjara dunia. Keadaan alam keabadian belum masuk ke dalam kesadarannya[6].
JIWA DALAM FILSAFAT YUNANI
Aku telah ada di dunia ini. Siapakah aku, dari mana datangku?[7] Pertanyaan tersebut, dapat dikatakan sebagai permasalahan asasi manusia. Masalah manusia adalah yang terpenting dari semua masalah. Jauh masa sebelum Darwin, Anaximander (610-545 SM) telah mengembangkan sebuah teori adapatasi dengan lingkungan[8]. Aristoteles (384-322 SM) mendefinisikan manusia sebagai binatang berakal sehat yang mampu berpendapat dan berbicara berdasarkan pikirannya. Manusia juga binatang yang berpolitik (political animal by nature) dan binatang yang bersosial (organized society)[9].
Plato (430-348 SM) mengajarkan tentang cita (ide) dan jiwa. Ide merupakan gambaran asli dari segala benda yang diperoleh dari kehidupan yang semata-mata bersifat rohani. Jiwa terletak diantara ide dan materi, ia menjadi penghubung antara gambaran asli benda (ide) dengan bayangan benda yang ditangkap oleh indera[10].
Pythagoras mengemukakan bahwa jiwa manusia merupakan alam tersendiri yang penuh dengan kegelisahan dan pertentangan. Penganut-penganutnya menganggap bahwa budi atau pikiran itu bagian dari tubuh manusia yang bekerja dan kekal. Roh itu budi yang diliputi oleh suatu badan lain sebagai rohpula atau badan semacam hawa. Yang maksud Psyche ialah roh yang turun dan terikat didalam daging dimana ia mengalami kesedihan dan perjuangan, kenaikan martabat, setingkat demi setingkat, kemenangan atas berbagai nafsu dan akhirnya kembali ke asalanya: cahaya[11]

JIWA MENURUT FILSAFAT ISLAM
Manusia adalah suatu alam kecil di dalam alam yang besar. Ibnu Sina (980-1037) berusaha menghadirkan gambaran utuh tentang realitas melalui pertimbangan cara pikiran manusia bekerja. Kemanapun manusia memandang, manusia akan melihat wujud-wujud senyawa yang terdiri atas-unsur-unsur yang berbeda. Unsur-unsur sederhana menjadi primer dan wujud senyawa menjadi sekunder bagi manusia. Ketika manusia mencoba untuk mengerti sesuatu, manusia akan memecah sesuatu tersebut ke dalam bagian-bagian kecil sehinngga tak ada lagi pembagian yang mungkin. Sebuah pohon misalnya, terdiri atas batang kayu, kulit kayu, akar dan daun. Batang kayu terdiri atas cabang dan ranting yang masing-masing memuat xylem dan floem. Demikian seterusnya[12].
Demikian halnya dengan realitas manusia. Kisah kejadian Adam, yakni kisah kejadian manusia pertama, disampaikan secara simbolis dalam Al-Qur’an kitab suci. Kejadian itu bermula saat Allah swt berfirman[13] kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”. Betapa luhurnya nilai manusia sedemikian hingga Tuhan Allah memperkenalkan manusia selaku khalifah kepada malaikat. Khalifah dapat bermakna pengganti, pemimpin atau penguasa.
Tubuh manusia modern sama kejadiannya dengan manusia pertama, Adam, berasal dari saripati tanah. Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia[14]. Bahkan tubuh manusia dapat dikatakan sama kejadiannya dengan benda lain di alam ini. Benda-benda di alam ini diyakini memiliki unsur dari api, angin, air, dan tanah. Lebih halus lagi hewan; serangga, mamalia, vertebrata dan tumbuhan; pohon, bunga, rumput, jamur serta segala benda hidup terdiri atas susunan bermilyar sel. Setiap sel berasal dari persenyawaan karbon, hydrogen, nitrogen, dan oksigen. Diperhalus lagi, persenyawaan dari seratusan unsur yang telah dikenal manusia. Lebih halus lagi raga manusia dan juga benda-benda di dunia berasal dari  atom; pertemuan proton, neutron dan electron. Peredaran proton, neutron dan electron dalam lingkungan atom, sama aturannya dengan peredaran planet mengelilingi matahari, sama kejadiannya dengan peredara tata surya mengelilingi galaksi. Demikianlah, kejadian manusia dapat dikiaskan dengan kejadian alam semesta.
Gambaran umum tentang proses penciptaan manusia, dapat dipelajari dari firman Allah dalam Al-Qur’an. Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani[15]. Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina. kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (Rahim), sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan[16]. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim), Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik[17].
Apabila kita pelajari redaksi kata yang dipergunakan Al-Qur’an dalam konteks pembicaraan penciptaan manusia maka al-Qur’an lebih sering menggunakan redaksi  “khalaqa” dari pada “ja’ala”. Lafadz “khalaqa” memberikan penekanan tentang kebesaran atau keagungan Allah dan kehebatan ciptaan-Nya, sedangkan “ja’ala” mengandung penekanan terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari sesuatu yang dijadikan itu[18].
Kutipan terjemah Al-Qur’an yang tersebut diatas menjelaskan bahwasanya tubuh manusia berasal dari tanah (thin, turab atau al-ardl). Kata thin dan turab, memiliki makna yaitu tanah yang mengandung air, dari sinilah tumbuh segala tanaman yang sangat dibutuhkan oleh manusia sebagai makanan. Intisari makanan tersebut sebagiannya akan membentuk spermatozoa, yakni sel mani (ma’in mahin/ air yang hina) yang apabila menyatu ke dalam sel telur akan menjadikan pembuahan. Sari pati tanah ini kemudian berkembang melalui tahapan; (1)nuthfah; (2)’alaqah; (3)mudlghah; (4)’idhaman (tulang); dan (5)lahm (daging).
Setelah itu Allah menjadikannya makhluk yang berbentuk lain (tsumma ansya’naahu khalqan akhar), yakni tak sekedar fisik/materi/jasad/raga tetapi juga dilengkapi dengan aspek non-fisik/immateri. Terjadinya makhluk yang berbentuk lain adalah dengan ditusnya malaikat untuk meniupkan ruh ke dalam jasad[19].
Demikianlah, secara umum manusia terdiri atas dua komponen; biologis (raga) dan Ruhani. Raga manusia, berasala dari saripati tanah yang berevolusi melalui tahapan nuthfah, alaqah, mudghah, idhaman, lahm. Tahapan itu terjadi di dalam rahim. Jadi, raga manusia tidak terjadi dengan  sendirinya. Tahap berlanjut dengan ditiupkannya ruh, sehingga janin bakal manusia itu hidup. Komponen jiwa, mempunyai sifat berbeda dengan jasad manusia. Hal ini karena jiwa merupakan roh dari perintah Tuhan walaupun tidak menyamai Dzat-Nya. Jiwa merupakan unsur rohani yang dapat berfikir, mengingat, mengetahui, dan sebagainya. unsur jiwa adalah penggerak bagi jasad untuk melakukan kerjanya.
Terdapat satu unsur lagi disamping unsur jasad dan jiwa, yaiu unsur hayah (unsur hidup). Satu sel sperma (air yang hina) harus melakukan perjuangan dengan mengalahkan berjuta sel sperma lain untuk dapat membuahi satu sel ovum. Padahal sperma itu telah keluar dari jasad. Tentunya spermaitu hidup (hayah) Jadi hayah bukan komponen jasmanai yang berasal dari tanah dan bukan pula komponen jiwa atau rohani yang ditiupkan oleh Allah. Hayah itulah yang kita kenal dengan terma nyawa[20].
Ilmi jiwa timur yang diwakili oleh Tasawuf islam mengenal dua nafsu pokok: syahwat dan ghalab. Syahwat ialah keinginan yang menyertai hampir setiap pikiran manuisa. Syahwat terbagi atas dua aspek: keinginan buruk (sufiah) dan keinginan suci (muthmainnah). Ghalab ialah kemurkaan yang terdapat pada individu maupun massa. Ghalab pada massa dinamaidengan nafsu masyrakat. Ghalab terdiri atas: kemurkaan (ammarah) dan memelihara diri (lawwamah)[21].
Dengan demikian, ketika membahas manusia, tak dapatlah kita berpaham materialis an sich  dan atau sebaliknya, idealisme murni.  Tenyata, manusia tidak terbentuk atas satu unsur (monism) atau dua unsur (dualism). Ternyata manusia tersusun atas beragam unsur (pluralism). Pada waktu membahas raga, kita tidak dapat terlepas dari unsur yang lain jiwa dan nyawa. Akan tetapi unsur-unsur tersebut menyatu, sehingga dapatlah dikatakan bahwa manusia itu monopluralism.
JIWA DALAM FILSAFAT CINA
Jauh masa sebelum Lao Tse dan Kong Fu Tse, bangsa Cina telah mempunyai aliran kebatinan yang lazim disebut Taoisme. Tao ialah wujud perbuatan langit, perjalanan alam yang beraturan. Namun demikian, Tao tidak hanya peraturan tetap dalam kodratnya melainkan termasuk peraturan tetap dalam interaksi hidup dalam keluarga dan Negara. Makna harfiah dari Tao sejatinya adalah jalan dalam arti fisik. Namun demikian maknanya kian meluas dan abstrak, Tao diartikan haluan, keadaan, pelahiran nalar dan kebenaran.
Menurut Lao Tse dalam segala benda ada Tao. Akan tetapi Tao bukanlah benda. Ia ada bersendiri dan tidak pernah berubah. Berputar dalam lingkaran dan tak pernah tidak tetap. Ia boleh dipandang sebagai ibu dunia. Dalam sesuatu kejadian ada Tao. Akan tetapi sesudah kejadian berakhir, Tao masih tetap ada.
                Gambaran Tao menurut Lao Tse: ada dengan tidak ada tetap berhubungan, tak pernah bercerai. Langit ada terlebih dahulu, disusul oleh bumi. Keduanya diam, keduanya sunyi. Ia (Tao) ada tersendiridan tidak pernah  berubah. Tao sebagai sebab-musabab peribadi dan menentukan diri pribadi ialah akar dari segala yang ada dan sebabnya segala tidak ada. Manusia memandangnya,tetapi tidak melihatnya. manusia menyimaknya, tetapi tidak mendengar. Manusia menggapainya tapi tidak terpegang.
Bagi Lao Tse, Tao hanya dapat tercapai dengan ilham (intuisi), namun bagi Kong Fu Tse, Tao merupakan sesuatu hal yang dapat dijangkau pikiran dengan cara menyelidiki alam dan hidup.
JIWA DALAM FILSAFAT BARAT
Rene Descartes mengatakan bahwa manusia adalah roh yang mempergunakan jasad jasmaninya sebagai alat.[22] Jiwa adalah alat perantara antara akal dan Tuhan. Jiwa ibaratkan pelita atau obor yang menyinari jalan yang ditempuh manusia. Menurut Kant, perbedaan antara akal dan jiwa ialah bahwa akal mempunyai objek-objek yang material dan berbatas, sedangkan jiwa mempunyai objek yang immaterial dan tak berbatas[23]
                Hegel menyatakan manusia dikaruniai akal dan budi. Pikiran yang benar ialah pikiran yang ditingkatkan ke arah budi [24]. Oleh karena manusia berpikir, maka tidak dapat dicegah bahwasanya pikiran manuisia yang sehat maupun filsafatnya, dari dan keluar dari pandangan dunia yang empiris meningkat ke arah Tuhan; peningkatan ini tidak lain mempunyai dasar-dasar sesuatu yang berpikir bukan semata-mata pandangan dunia dengan panca indera.  Analisa-analisa dari gerakan budi yang berpikir dan dapat memikirkan keadaan yang ditangkap panca indera, peningkatan dari pikiran melalui kenyataan, dari yang berbatas ke sesuatu yang tak berbatas, proses inilah yang dinamakan berpikir.
Leibnitz (1646-1716) mengemukakan teori monade, sesuatu yang bersahaja, tidak menempati ruang, dan tidak berbentuk. Sifat utamanya gerak dan berpikir. Monade inilah yang menciptakan alam, dan bukan cerminan dari alam, akan tetapi sebagai alam kecil (mikrokosmos) yang mengandung sifat dan tenaga semesta alam (makrokosmos). Monade ini semacam enteleche-nya Aristoteles. Benda dan jiwa masing-masing tersusun oleh Monade.

JIWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
                Pembelajaran matematika pada dasarnya adalah proses mengembangkan kemampuan siswa yang berhubungan dengan pencapaian hasil belajar objek-objek matematika. Oleh karenanya pembelajaran matematika tidak dapat terlepas dari ilmu tentang jiwa: psikologi; lebih khusus psikologi pembelajaran matematika.
Pertama, terkait dengan objek matematika. Objek tersebut dapat berupa objek langsung maupun objek tak langsung. Objek langsung matematika menurut Robert M. Gagne terdiri atas fakta, konsep, prinsip, dan skill (keterampilan)[25]. fakta adalah konvensi (kesepakatan) dari para matematikawan seperti lambang, notasi, ataupun aturan. konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh. Prinsip (keterkaitan antar konsep) adalah suatu pernyataan yang memuat hubungan. antara dua konsep atau lebih. Keterampilan (skill) adalah kemampuan untuk menggunakan prosedur atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Belah ketupat merupakan contoh dari konsep di dalam matematika. Dengan komunikasi verbal, ‘belah ketupat didefinisikan dengan segiempat yang panjang atau ukuran keempat sisinya adalah sama.’ Akan tetapi, konsep tersebut akan lambat dipahami siswa jika tidak disertai dengan gambar. Untuk itulah perlu disajikan gambar (peraga)agar siswa dapat menentukan apakah bangun yang dimaksud merupakan contoh ‘belah ketupat’ atau bukan.
Gambar 1: Segi empat

Keberadaan alat peraga menjadi penting adanya karena pada dasarnya ada dua proses perkembangan yang saling bertentangan yang terjadi secara serempak, yaitu pertumbuhan (evolusi) dan kemunduran (involusi). Tugas pendidikan adalah membantu murid untuk tumbuh berkembang menuju kemampuan potensial yang dapat ia capai.
Kedua, tahap-tahap pembelajaran matematika. Bruner membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik dan simbolik. Bruner menekankan suatu proses cara bagaimana seseorang memilih, mempertahankan, dan mentransformasi informasi yang aktif. Proses tersebut merupakan inti utama dari belajar. Oleh karenanya ia memusatkan perhatian pada masalah apa yang dilakukan siswa terhadap informasi yang diterimanya dan apa yang dilakukan setelah menerima informasi tersebut untuk pemahaman dirinya.
Suatu proses pembelajaran akan lebih mudah dipelajari dan dipahami para siswa jika guru mampu untuk memberi kemudahan bagi siswanya sedemikian sehingga para siswa dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Itulah inti dari belajar bermakna (meaningful learning) yang telah digagas David P Ausubel.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Karim
Bisri Mustofa. 1375 H. Terjemah Arba’in Nawawiyah. -: Menara Kudus
HAMKA. 1971. Pelajaran Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Idzam Fautanu. 2012. Filsafat Ilmu: Teori & Aplikasi. Jakarta: Referensi
Karen Amstrong.2004. Sejarah Tuhan. Bandung:Mizan
Mechikoff, Estes. 2006. A Hystory and philosophy of sport and physical education. New York: McGraw-Hill
M. Quraish Shihab. 2013. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati
Paryana Suryadipura. 1950. Alam Pikiran. Jakarta: Neijenhuis
Shadiq dan Tamimudin. 2015. Karakteristik siswa dan teori belajar. Yogyakarta: P4TK Matematika



[1] Hamka. 1971.Pelajaran Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang hal 23
[2] Ibid. Hal 25
[3] Ibid. Hal 30
[4] Idzam Fautanu. 2012. Filsafat Ilmu: Teori & Aplikasi. Jakarta: Referensi Hal 20-22
[5] Ibid. Hal 17
[6] Paryana Suryadipura. 1950. Alam PIkiran. Jakarta: Neijenhuis hal 102
[7] Hamka. Op cit. hal 20
[8] Mechikoff, Estes. 2006. A Hystory and philosophy of sport and physical education. Hal 14
[9] Ibid. hal 55
[10] Paryana Suryadipura. 1950. Alam PIkiran. Jakarta: Neijenhuis hal 111
[11] Paryana Suryadipura. 1950. Alam PIkiran. Jakarta: Neijenhuis hal 102
[12] Karen Amstrong.2004. sejarah Tuhan. Bandung:Mizan hal 248
[13] QS Al Baqarah, 2:30. Terjemah diambil dari Syaamil Al Quran. Bandung: Syamil Cipta Media
[14] QS Ali Imron, 3:59
[15] QS Fathir, 35:11
[16] QS Al Mursalat, 77:20-23
[17] QS Al Mu’minun, 23: 12-14
[18] M. Quraish Shihab. 2013. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati. Hal 133
[19] ibid
[20] Hamka. Op cit. hal 31
[21] Paryana Suryadipura. 1950. Alam PIkiran. Jakarta: Neijenhuis hal 43
[22] Paryana Suryadipura. 1950. Alam PIkiran. Jakarta: Neijenhuis hal 59
[23] Paryana Suryadipura. 1950. Alam PIkiran. Jakarta: Neijenhuis hal 153
[24] Ibid hal 81
[25]    Shadiq dan Tamimudin. 2015. Karakteristik siswa dan teori belajar. Yogyakarta: P4TK Matematika hal 31

Model 10

RAGA
PENDAHULUAN
Homerus, penyair besar Yunani, menggubah syair “peperangan-peperangan” diantara dewa-dewa. Dan, pusat dari seluruh dewa-dewa itu adalah dewa besar, yaitu Apollo[1]. Dewa besar, menunjukkan bahwasanya kepercayaan beragama telah ada semenjak peradaban manusia. Hal ini dipengaruhi oleh perasaan tentang adanya Yang Ada. Perenungan tentang perasaan bahwa ada sesuatu yang menguasai alam ini mengantarkan filsuf untuk sampai pada Yang mutlak. Dialah Yang Maha Kuasa, Akal pertama, Dialah puncak dan puncaknya menurut Plato adalah ideal; Dialah Tao, yang menurut Lao Tze, tak dapat diberi nama[2].
Filsafat Yunani kemudian berkembang ke arah kosmologi; filsafat alam. Terma kosmos, atau yang ada atau al-Koon merujuk pada benda, gerak, ruang-waktu, struktur, undang-undang (natuurwet) dan pengaturnya[3]. Pertanyaan yang mengemuka kala itu berkaitan dengan arche alam, apa sebenarnya bahan alam semesta itu?. Jawaban dari pertanyaan ini dimulai oleh Thales, yang berpendapat bahwa asal dari segala sesuatu adalah air. Diikuti oleh Anaximander yang mengatakan asal dari segala adalah Aperion. Anaximenes berpendapat bahwa asal segala benda adalah udara. Dan Phytagoras menyampaikan bahwasanya bilangan mengatur alam semesta, dan pokok segala bilangan adalah satu[4].
Filsafat alam kemudian dikembalikan oleh Socrates kepada filsafat diri. Melalui ungkapan “kenalilah dirimu, kenalilah dirimu…” Socrates membangunkan kesadaran manusia untuk terbuka pada kebenaran, mencintai kebijaksanaan, menghargai prinsip hidup, berani melawan arus untuk sampai pada hulu kebenaran. Socrates mengajak manusia untuk mengenali diri sendiri sebagai manusia yang sesungguhnya. Prinsip tersebut, mendorong Socrates tetap tegar menghadapi vonis mati, meski ia merasa tidak bersalah dan terbuka peluang melarikan diri dari hukuman. Apa yang paling layak untuk hidup, layak pula untuk mati.[5]
                Alangkah besar dan hebatnya rahasia diri, sedemikian hingga kalangan sufi memiliki kredo “Siapapun yang mengenal dirinya, niscaya kenallah ia akan Tuhannya”. Di setiap jaman, manusia memiliki pertanyaan tentang siapa sejatinya dirinya. Fisik jasadnya atau sesuatu yang ada pada tubuh kasarnya itu?
 JASMANI MANUSIA
Aku telah ada di dunia ini. Siapakah aku, dari mana datangku?[6] Pertanyaan tersebut, dapat dikatakan sebagai permasalahan asasi manusia. Masalah manusia adalah yang terpenting dari semua masalah. Jauh masa sebelum Darwin, Anaximander (610-545 SM) telah mengembangkan sebuah teori adapatasi dengan lingkungan[7]. Aristoteles (384-322 SM) mendefinisikan manusia sebagai binatang berakal sehat yang mampu berpendapat dan berbicara berdasarkan pikirannya. Manusia juga binatang yang berpolitik (political animal by nature) dan binatang yang bersosial (organized society)[8]. Charles Darwin (1809-1882) menetapkan manusia sejajar dengan segala sesuatu yang hidup, karena terjadinya manusia dari sebab-sebab mekanis, yaitu lewat teori descendensi (keturunan) dan teori natural selection (teori pilihan alam), populer dengan istilah “survival of the fittest”[9].
Manusia adalah suatu alam kecil di dalam alam yang besar. Ibnu Sina (980-1037) berusaha menghadirkan gambaran utuh tentang realitas melalui pertimbangan cara pikiran manusia bekerja. Kemanapun manusia memandang, manusia akan melihat wujud-wujud senyawa yang terdiri atas-unsur-unsur yang berbeda. Unsur-unsur sederhana menjadi primer dan wujud senyawa menjadi sekunder bagi manusia. Ketika manusia mencoba untuk mengerti sesuatu, manusia akan memecah sesuatu tersebut ke dalam bagian-bagian kecil sehinngga tak ada lagi pembagian yang mungkin. Sebuah pohon misalnya, terdiri atas batang kayu, kulit kayu, akar dan daun. Batang kayu terdiri atas cabang dan ranting yang masing-masing memuat xylem dan floem. Demikian seterusnya[10].
Demikian halnya dengan ralitas manusia. Kisah kejadian Adam, yakni kisah kejadian manusia pertama, disampaikan secara simbolis dalam Al-Qur’an kitab suci. Kejadian itu bermula saat Allah swt berfirman[11] kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi”. Betapa luhurnya nilai manusia sedemikian hingga Tuhan Allah memperkenalkan manusia selaku khalifah kepada malaikat. Khalifah dapat bermakna pengganti, pemimpin atau penguasa.
Tubuh manusia modern sama kejadiannya dengan manusia pertama, Adam, berasal dari saripati tanah. Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), maka jadilah dia[12]. Bahkan tubuh manusia dapat dikatakan sama kejadiannya dengan benda lain di alam ini. Benda-benda di alam ini diyakini memiliki unsur dari api, angin, air, dan tanah. Lebih halus lagi hewan; serangga, mamalia, vertebrata dan tumbuhan; pohon, bunga, rumput, jamur serta segala benda hidup terdiri atas susunan bermilyar sel. Setiap sel berasal dari persenyawaan karbon, hydrogen, nitrogen, dan oksigen. Diperhalus lagi, persenyawaan dari seratusan unsur yang telah dikenal manusia. Lebih halus lagi raga manusia dan juga benda-benda di dunia berasal dari  atom; pertemuan proton, neutron dan electron. Peredaran proton, neutron dan electron dalam lingkungan atom, sama aturannya dengan peredaran planet mengelilingi matahari, sama kejadiannya dengan peredara tata surya mengelilingi galaksi. Demikianlah, kejadian manusia dapat dikiaskan dengan kejadian alam semesta.
Semua manusia bukan hanya sama; mereka bersaudara. Bagaimanapun aneka ragamnya, manusia berasal dari ibu-bapak yang sama dan bermula dari sumber yang satu. Gambaran umum tentang proses penciptaan manusia, dapat dipelajari dari firman Allah dalam Al-Qur’an. Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani[13]. Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina. kemudian Kami letakkan dia dalam tempat yang kokoh (Rahim), sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan[14]. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim), Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik[15].
Apabila kita pelajari redaksi kata yang dipergunakan Al-Qur’an dalam konteks pembicaraan penciptaan manusia maka al-Qur’an lebih sering menggunakan redaksi  “khalaqa” dari pada “ja’ala”. Kata “khalaqa” mengandung pengertian mencipta, baik ciptaan tersebut telah ada yang serupa sebelumnya maupun belum ada sebelumnya (creation ex nihilo). Sedangkan kata “ja’ala” berarti menjadikan dari sesuatu dari sesuatu yang lain. Dengan demikian lafadz “khalaqa” memberikan penekanan tentang kebesaran atau keagungan Allah dan kehebatan ciptaan-Nya, sedangkan “ja’ala” mengandung penekanan terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari sesuatu yang dijadikan itu[16].
Firman Allah dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwasanya tubuh manusia berasal dari tanah (thin, turab atau al-ardl). Kata thin dan turab, memiliki makna yaitu tanah yang mengandung air, dari sinilah tumbuh segala tanaman yang sangat dibutuhkan oleh manusia sebagai makanan. Intisari makanan tersebut sebagiannya akan membentuk spermatozoa, yakni sel mani (ma’in mahin/ air yang hina) yang apabila menyatu ke dalam sel telur akan menjadikan pembuahan. Sari pati tanah ini kemudian berkembang melalui tahapan; (1)nuthfah; (2)’alaqah; (3)mudlghah atau pembentuk organ-organ penting; (4)’idhaman (tulang); dan (5)lahm (daging). Tahapan-tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, tahap nuthfah. Tahap atau periode ini biasa dinamakan “periode ovulasi” dimana terjadi pertemuan/penyatuan antara sel kelamin laki-laki (sperma) dan sel kelamin perempuan (ovum) yang kemudian membentuk zat baru dalam rahim ibu (fii qaraarin makiin). Pertemuan antara kedua sel tersebut dalam al-Qur’an disebut “nuthfatin amsaj”, yakni percampuran air mani laki-laki dan sel telur perempuan, melalui suatu proses “ma’in da-fiq” atau air yang terpancar ketika berkumpul (bersenggama). Tahap nuthfah ini terjadi selama 40 hari[17].
Kedua, tahap ‘alaqah  yang  diterjemahkan dengan segumpal darah atau darah yang membeku. Sementara ahli menyatakan bahwa terjemahan yang tepat untuk ‘alaqah’ adalah “sesuatu yang melekat”, dan ini sesuai dengan penemuan sains moderen, dimana setelah terjadi proses pembuahan, bakal janin akan berdempet serta masuk ke dinding uterus rahim, inilah yang kemudian disebut periode ‘alaqah’. Lama waktu tahap alaqah sama halnya dengan tahap nuthfah[18].
Ketiga, tahap mudlghah, yakni sepotong daging yang tidak berbentuk dan tidak berukuran. Mudlghah inilah yang dalam perkembangan selanjutnya membentuk organ-organ tubuh lain. Lama waktu tahap mudlghah sama halnya dengan tahap nuthfah[19]. Tahap keempat dan kelima yaitu ‘idhaman (tulang) dan lahm (daging) dibentuk dari elemen-elemen atau bahan-bahan yang terdapat dalam mudlghah.
Setelah itu Allah menjadikannya makhluk yang berbentuk lain (tsumma ansya’naahu khalqan akhar), yakni tak sekedar fisik/materi/jasad/raga tetapi juga dilengkapi dengan aspek non-fisik/immateri. Terjadinya makhluk yang berbentuk lain adalah dengan ditusnya malaikat untuk meniupkan ruh ke dalam jasad[20].
Demikianlah, secara umum manusia terdiri atas dua komponen; biologis (raga) dan Ruhani. Raga manusia, berasala dari saripati tanah yang berevolusi melalui tahapan nuthfah, alaqah, mudghah, idhaman, lahm. Tahapan itu terjadi di dalam rahim. Jadi, raga manusia tidak terjadi dengan  sendirinya. Tahap berlanjut dengan ditiupkannya ruh, sehingga janin bakal manusia itu hidup.
Demikianlah bahwa hakekat manusia itu terdiri dari dua komponen penting, yaitu;
a)      Komponen jasad. komponen ini berasal dari alam ciptaan yang mempunyai bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad dan terdiri atas organ. Sifat jasad yang merupakan komponen materi manusia yang ada dalam bumi ini yaiu, dapat bergerak, memiliki rasa, berwatak gelap dan kasar, dan ini tidak berbeda dengan benda-benda lain.
b)      Komponen jiwa. Mempunyai sifat berbeda dengan jasad manusia. Hal ini karena jiwa merupakan roh dari perintah Tuhan walaupun tidak menyamai Dzat-Nya. Jiwa merupakan unsur rohani yang dapat berfikir, mengingat, mengetahui, dan sebagainya. unsur jiwa adalah penggerak bagi jasad untuk melakukan kerjanya.
Terdapat satu unsur lagi disamping unsur jasad dan jiwa, yaiu unsur hayah (unsur hidup). Satu sel sperma (air yang hina) harus melakukan perjuangan dengan mengalahkan berjuta sel sperma lain untuk dapat membuahi satu sel ovum. Padahal sperma itu telah keluar dari jasad. Tentunya spermaitu hidup (hayah) Jadi hayah bukan komponen jasmanai yang berasal dari tanah dan bukan pula komponen jiwa atau rohani yang ditiupkan oleh Allah. Hayah itulah yang kita kenal dengan terma nyawa[21].
Dengan demikian, ketika membahas manusia, tak dapatlah kita berpaham materialis an sich  dan atau sebaliknya, idealisme murni.  Tenyata, manusia tidak terbentuk atas satu unsur (monism) atau dua unsur (dualism). Ternyata manusia tersusun atas beragam unsur (pluralism). Pada waktu membahas raga, kita tidak dapat terlepas dari unsur yang lain jiwa dan nyawa. Akan tetapi unsur-unsur tersebut menyatu, sehingga dapatlah dikatakan bahwa manusia itu monopluralism.
RAGA DALAM MATEMATIKA
                Pembelajaran matematika pada dasarnya adalah proses mengembangkan kemampuan siswa yang berhubungan dengan pencapaian hasil belajar objek-objek matematika. Objek tersebut dapat berupa objek langsung maupun objek tak langsung.
Objek langsung matematika menurut Robert M. Gagne terdiri atas fakta, konsep, prinsip, dan skill (keterampilan)[22]. fakta adalah konvensi (kesepakatan) dari para matematikawan seperti lambang, notasi, ataupun aturan. konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh. Prinsip (keterkaitan antar konsep) adalah suatu pernyataan yang memuat hubungan. antara dua konsep atau lebih. Keterampilan (skill) adalah kemampuan untuk menggunakan prosedur atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Belah ketupat merupakan contoh dari konsep di dalam matematika. Dengan komunikasi verbal, ‘belah ketupat didefinisikan dengan segiempat yang panjang atau ukuran keempat sisinya adalah sama.’ Akan tetapi, konsep tersebut akan lambat dipahami siswa jika tidak disertai dengan gambar. Untuk itulah perlu disajikan gambar (peraga)agar siswa dapat menentukan apakah bangun yang dimaksud merupakan contoh ‘belah ketupat’ atau bukan.
Gambar 1: Segi empat
Keberadaan alat peraga menjadi penting adanya karena pada dasarnya ada dua proses perkembangan yang saling bertentangan yang terjadi secara serempak, yaitu pertumbuhan (evolusi) dan kemunduran (involusi). Tugas pendidikan adalah membantu murid untuk tumbuh berkembang menuju kemampuan potensial yang dapat ia capai.
Untuk itu proses pembelajaran hendaknya bertingkat/berjenjang. Dimulai dari hal-hal yang mudah, ke yang sedang, baru ke yang sulit. Dimulai dari hal-hal yang sederhana, baru ke yang rumit atau kompleks. Dimulai dari kasus-kasus khusus, baru ke bentuk umum (general). Dimulai dari hal yang konkrit, baru ke abstrak.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Al-Karim
Bisri Mustofa. 1375 H. Terjemah Arba’in Nawawiyah. -: Menara Kudus
HAMKA. 1971. Pelajaran Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Idzam Fautanu. 2012. Filsafat Ilmu: Teori & Aplikasi. Jakarta: Referensi
Karen Amstrong.2004. Sejarah Tuhan. Bandung:Mizan
Mechikoff, Estes. 2006. A Hystory and philosophy of sport and physical education. New York: McGraw-Hill
M. Quraish Shihab. 2013. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati
Shadiq dan Tamimudin. 2015. Karakteristik siswa dan teori belajar. Yogyakarta: P4TK Matematika




[1] Hamka. 1971.Pelajaran Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang hal 23
[2] Ibid. Hal 25
[3] Ibid. Hal 30
[4] Idzam Fautanu. 2012. Filsafat Ilmu: Teori & Aplikasi. Jakarta: Referensi Hal 20-22
[5] Ibid. Hal 17
[6] Hamka. Op cit. hal 20
[7] Mechikoff, Estes. 2006. A Hystory and philosophy of sport and physical education. Hal 14
[8] Ibid. hal 55
[9] Ibid hal27
[10] Karen Amstrong.2004. sejarah Tuhan. Bandung:Mizan hal 248
[11] QS Al Baqarah, 2:30. Terjemah diambil dari Syaamil Al Quran. Bandung: Syamil Cipta Media
[12] QS Ali Imron, 3:59
[13] QS Fathir, 35:11
[14] QS Al Mursalat, 77:20-23
[15] QS Al Mu’minun, 23: 12-14
[16] M. Quraish Shihab. 2013. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati. Hal 133
[17] Bisri Mustofa. 1375 H. Terjemah Arba’in Nawawiyah. -: Menara Kudus. Hal 12
[18] ibid
[19] ibid
[20] ibid
[21] Hamka. Op cit. hal 31
[22]    Shadiq dan Tamimudin. 2015. Karakteristik siswa dan teori belajar. Yogyakarta: P4TK Matematika hal 31