Senin, 11 April 2016

Model 9

HATI

Pendahuluan
Mengungkapkan konsep hati membutuhkan perenungan yang dalam, karena berkaitan dengan filsafat yang merupakan suatu bidang pengetahuan yang berkehendak mengetahui segala sesuatu secara mendalam sehingga tercapai kebenaran yang sebenar-benarnya.
Pusat kendali kehidupan manusia terletak di tiga tempat; indera, akal dan hati. Akal diyakini sebagai elemen yang menghasilkan pengetahuan logis (filsafat) sedangkan hati menghasilkan pengetahuan yang supralogis yang disebut dengan pengetahuan mistik; iman termasuk di dalamnya.
Pada perjalanannya, terjadi pergumulan dominasi antara hati dan akal. Titik-titik rivalitas keduanya dapat kita runut dalam sejarah dan filsafat. Awalnya terjadi antara sofisme dan Socrates, yang kedua antara credo ut intelligam-nya abad pertengahan dan Descartes, dan yang ketiga antara sofisme modern dan Immanuel Kant. Pada jaman Yunani Kuno, akal mendapat peran vital. Prinsip manusia adalah ukuran kebenaran dan semua kebenaran adalah relative menunjukkan hal tersebut. Socrates bertindak sebaliknya, ia meyakinkan orang Athena bahwa ada kebenaran umum yang dapat diterima oleh semua orang. Socrates meneguhkan kembali sains dan agama. Abad Skolastika meneguhkan superioritas gereja, Descartes mengagungkan peran akal. Comte mengesampingkan metafisika, Kant memenangkan peran hati dan akal.
Pada kenyataannya, hati mendapat peran yang besar. Banyak predikat yang disematkan pada hati. Sehati, hati nurani, hati kecil, kecil hati, jantung hati, jatuh hati, rendah hati, hati-hati, sedih hati, komplikasi hati, adalah beberapa contoh diantaranya. Tulisan berikut mencoba mengetengahkan “hati” dalam sejarah dan filsafatnya.

Pembahasan
Hati dapat dimaknai dalam dua wajah. Pertama sebagai organ badan yang berwarna kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu. Pengertian anatomis hati ini, memiliki keterkaitan dengan hadits Ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik seluruh tubuh akan baik jika ia rusak seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah dialah hati. (HR BukhariMuslim)
Kedua, hati sebagai sesuatu yang ada dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian, perasaan dan sebagainya. Pengertian kedua ini dapat kita ambil dari Al-Quran diantaranya:
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al Hajj 22:46)

Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hati- nya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). (QS. Al Qashas, 28:10)
Menggapai kebenaran yang hakiki membutuhkanlah hati yang jernih yang melurusi segala akal dan hati itu sendiri, karena manusia tidak akan pernah sanggup menggunakan fikirannya untuk membuat suatu kebenaran diatas kebenaran Tuhan. Pidato pembelaan Socrates sebagaimana ditulis Plato dalam Apologia menunjukkan bahwa Socrates tidak hanya mengandalkan pendapat akal tetapi juga pada kekuatan hati (rasa).
Augustinus (354-430) berpendapat bahwa tugas manusia adalah memahamii gejala kenyataan yang selalu berubah. Naturnya jiwa itu bertempat dalam badan jasmani. Hati dan jiwa tidak ada tanpa badan, akan tetapi jiwa tidak bergantung pada badan. Hati dan jiwa lebih tinggi daripada badan, lebih hakikat daripada badan.
Menurut Plotinus (204-270) terdapat tiga realitas: The One, The Mind, The Soul. The One adalah Tuhan dalam pandangan Philo, yaitu suatu realitas yang tidak mungkin dapat dipahami melalui metode sains dan logika, berada di luar eksistensi, di luar segala nilai. Ia transenden terhadap segala makhluk. Nous atau Mind, adalah kesatuan ide yang merupakan bentuk asli dari objek-objek, dimana untuk dapat menghayati dibutuhkan perenungan yang dalam. The Soul adalah arsitek dari semua fenomena yang ada di alam ini. Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur (QS. Al Mulk, 67:23).
Hati dapat pula menjadi timbangan dalam menilai arti hidup. Kenyataan hidup tidak terbatas pada fisik materi yang terkumpul, namun sejatinya terletak pada kekayaan hati manusia. Kaya itu bukanlah lantaran banyak harta. Tetapi, kaya itu adalah kaya hati (HR Muslim).
Kebenaran dan kebajikan yang didefinisikan melalui pergumulan sengit ide, pendapat dan akal, dapat pula ditimbang dengan hati. Kebajikan itu ialah baiknya budi pekerti dan dosa itu ialah apa-apa yang engkau rasakan bimbang dalam dada - yakni hati - dan engkau tidak suka kalau hal itu diketahui oleh orang banyak." (HR Muslim)
Di antara penyebab timbulnya penyakit keras hati adalah fenomena hiasan dunia di era kontemporer ini, terbuainya manusia olehnya serta beragamnya problematika. Oleh karena itu, anda bisa menjumpai anak kecil yang belum begitu mengenal godaan duniawi dan godaan duniawi pun belum menyentuhnya lebih banyak khusyu' dan tangisnya karena hatinya tersentuh dibandingkan dengan orang dewasa. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram
Diantara sarana yang dapat menangkis kesedihan dan keguncangan hati adalah terputusnya pikiran sepenuhnya untuk memberikan perhatian kepada pekerjaan hari ini yang sedang dihadapinya dan menghentikan pikiran dari menoleh jauh ke waktu mendatang dari kesedihan menengok masa lampau. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (QS. Asy Syu’ara, 26:89)

DAFTAR PUSTAKA
1.      Ahmad Tafsir. 2009. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosda Karya
2.      Idzam Fautanu. (2012). Filsafat Ilmu. Jakarta: Referensi
http://salafidb.googlepages.com

Model 7

NOL

Nol dan Ketiadaan
“What is the nature of the world stuff?” , adalah sebuah pertanyaan mendasar yang dilontarkan Thales (624-546 SM), salah satu tokoh filsuf masa Yunani Kuno. Thales menjawabnya dengan Air. Murid Thales, Anaximander (610-546 SM) mengatakan, benda pembentuk dunia adalah aperion, suatu substansi yang tidak memiliki batas atau definisi.
Adapun Plato (428-348 SM) menyatakan, semua realitas terdiri dari dunia ide dan dunia benda. Ide penyebab dari benda. Ide adalah realitas yang simpleks, tak bertubuh, immaterial, tak inderawi, tak dapat binasa, tidak dapat berubah, dan transenden. Ide yang tertinggi dinamai dengan Demiurgos. Pada awalnya selain ide, ada pula khaos, materi yang tak berbentuk yang kemudian dibentuk oleh demiurgos menggunakan ide menjadi benda nyata.
Theophillus dari antiokhia mengungkapkan kredo “creation ex nihilo”, segala sesuatu tercipta dari ketiadaan. Jargon ini diajarkan pula oleh Hermae, Ireneus dari Lyon, dan didukung pula oleh Augustinus (354-430M) tokoh filsuf periode awal skolastik. Penciptaan dari ketiadaan inilah yang kelak kemudian menemukan bukti kuat dalam sains melalui teleskop Hubble.
Sunya adalah kata dalam bahasa India yang menyatakan kosong, ketiadaan. Kata inilah yang dalam beberapa buku sejarah dianggap sebagai awal dari pembentuk kata Zero/Nol, meskipun secara gramatikal akan ditemukan kejanggalan.

Nol dan Nilai Tempat
            2016 memiliki makna yang berbeda dengan 2106 dan 2160. Meski ketiganya sama-sama diawali dengan 2 dan diikuti dengan 0, 1, dan 6 namun cara membaca dan nilai yang ditunjukkan berbeda. Hal ini erat kaitannya dengan nilai tempat angka pada sebuah bilngan.
Peradaban Inca di peru, menggunakan quippus untuk menotasikan angka. Quippus berwujud titik yang melambangkan nilai angka yang dirujuk. Tidak ada nol dalam quippus, nol direpresentasikan dengan ketiadaan titik (absence of a knot denoted zero). Hal yang sama ditemukan pula pada peradaban India kuno, dimana nol disimbolkan dengan spasi kosong. Demikian halnya angka Romawi, tiada angka Nol.




Nol dan Bilangan
Penemuan angka nol adalah salah satu peristiwa yang paling  penting dalam Matematika. Pencetus angka nol ialah Muḥammad bin Mūsā al-Khawārizmī.  Ia adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi muslim yang berasal dari Persia. Lahir sekitar tahun 780 di Khwārizm (sekarang Khiva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850 di Baghdad. Ia mengembangkan angka India dan kemudian memperkenalkan Sistem Penomoran Desimal (sepuluhan).
Zero berasal dari akar kata Shifr. Shifr ini kemudian ditransliterasikan menjadi zephyr atau Zephyrus dalam bahasa Latin. Dalam bahasa Latin Zephyrus berarti " angin barat " ; meskipun kata benda yang lebih tepat untuk Zephyrus adalah dewa Romawi dari angin barat (setelah dewa Yunani Zephyros). Sejak makna kata Nol datang, Zephyrus tidak lagi bermakna angin barat, namun menjadi “hampir ada angin”, “angin sepoi-sepoi”. Kata zephyr bertahan dengan makna ini diInggris saat ini .
Fibonacci ( C.1170-1250 ) matematikawan Italia, yang dibesarkan di Arab Afrika Utara disinyalir sebagai orang yang memperkenalkan sistem desimal Arab ke Eropa menggunakan terma zephyrum. Kata ini menjadi Zefiro di Italia, yang berubah menjadi Zero dalam dialek Venetian , yang pada akhirnya memberikan kata Zero dalam bahasa Inggris modern

Nol dan Sengkalan
Sengkalan merupakan bentuk lain dari chronogram yaitu rangkaian kata atau lambang yang memiliki makna dan sekaligus menandakan angka tahun. Sengkalan dapat digunakan untuk menandai nomena maupun fenomena. Bilamana dibaca secara berurutan, memberikan beberapa arti yang menggambarkan kenyataan yang bias dikenang pada tahun dimaksud. Penunjukan dan pemaknaan sengkalan  didasarkan menurut watak (sifat) setiap kata. Untuk membuat sengkalan, kalimat harus memiliki makna yang utuh, puitis dan indah. Susunan kata dalam sengkalan adalah sebagai berikut: kata pertama menunjukkan angka satuan, kata kedua menunjukkan angka puluhan, kata ketiga menunjukkan angka ratusan, dan kata keempat menunnjukkan angka ribuan. Dengan demikian, urutan penyebutan sengkalan berbalik dengan urutan bilangan tahun. Sebagai contoh, runtuhnya kerajaan Majapahit ditandai dengan sengkalan “sirna ilang kertaning bhumi”, masing masing menunjukkan angka 0, 0, 4, dan 1, dibaca 1400 (tahun jawa)[1]. Regol kemagangan Keraton Yogyakarta dihiasi dengan sengkalan Dwi Naga Rasa Tunggal yang menunjukkan angka 2, 8, 6, dan 1. Sengkalan ini melambangkan berdirinya kraton Yogyakarta pada tahun 1682.
Watak nol
Ada 3 watak bagi nol yaitu: (1) Bersifat tidak ada atau hampa atau tidak tampak secara jasmaniah: Asat, Abu, boma, ilang, murca, musna, nir, sirna, suwung, sunya, tan, tanpa, umbul, (2) Berarti langit : akasa, gegana, dirgantara, langit, swarga, tawang, awing-awang, (3) Sifat langit : dhuwur, inggil, luhur, adoh.
Berikut daftar kata berwatak Nol

Description: F:\0_MAKUL S2\SMSTR 2\Matematika Model\sengkalan1.png

Nol dan Warna
Teori Brewster adalah teori yang menyederhanakan warna yang ada menjadi 4 kelompok utama. Keempat kelompok warna tersebut, yaitu: warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral. pada intinya Teori Brewster adalah sebuah perjalanan warna. Warna Primer adalah sebuah warna dasar/asli yang bukan merupakan campuran dari warna-warna lain. warna primer meliputi Merah, Kuning dan Biru.
Shifr yang menjadi sumber kata zero/nol, tersusun dari huruf shod, fa’ dan ro’. Dalam khasanah sastra arab, kata yang disusun oleh ketiga huruf tersebut dapat memiliki arti kuning.
Nol dan Keikhlasan
Menurut Tarli Nugroho, peneliti Mubyarto Institute UGM, Prof. Damardjati Supadjar pernah mengatakan kepadanya: "Hidup ini seperti matematika, dan kita harus belajar dari angka nol." "Kalau diperhatikan, selama manusia hidupnya hanya menjumlah atau menambah, misalnya nambah harta, nambah anak, atau nambah jabatan, niscaya hidupnya tidak akan cepat menuju kesempurnaan, menuju infinitum," "Dan angka nol itu, dalam bahasa agama, sama dengan ikhlas. Artinya, hidup itu harus ikhlas, niscaya kita bisa segera mencapai infinitum,"
Nol dan Netral
Dalam sebuah tulisannya, elegi memahami elegi, Prof. Marsigit, menyatakan dalam mempelajari filsafat, mahasiswa itu seyogyanya dalam keadaan NOL. Artinya agar mampu berpikir kritis, maka kita perlu berpikir netral, tidak prejudice atau watprasangka, tidak emosi, tidak putus asa.
Nol dan Volume Nol
Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson California, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah satu penemuan terbesar di sepanjang sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini “bergerak menjauhi” kita. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa ia terus-menerus “mengembang”.
Apa arti dari mengembangnya alam semesta? Mengembangnya alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa ‘titik tunggal’ ini yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki ‘volume nol’, dan ‘kepadatan tak hingga’. Alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.
‘volume nol’ merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Ilmu pengetahuan dapat mendefinisikan konsep ‘ketiadaan’, yang berada di luar batas pemahaman manusia, hanya dengan menyatakannya sebagai ‘titik bervolume nol’. Sebenarnya, ‘sebuah titik tak bervolume’ berarti ‘ketiadaan’. Demikianlah alam semesta muncul menjadi ada dari ketiadaan.
Nol dan AstroBoy
Tahun 2009, Imagi Studio bekerja sama dengan Summit Entertainment merilis film Astro Boy. Salah satu bagian pada film ini menceritakan ihwal adanya fragmen sebuah bintang yang dapat disarikan menjadi Blue core energy (inti biru). Inti Biru artinya tenaga positif murni yang merujuk pada kebaikan dan cahaya. Inti biru ini dapat menjadi sumber tenaga baru yang bisa menopang diri sendiri serta dapat mengubah kehidupan di bumi. Akan tetapi saat deposit tenaga biru dikeluarkan dari fragmen, akan didapatkan produk yang tidak stabil, yang disebut dengan Negative Red Energy (Inti Merah).  apabila inti merah dan biru digabung akan mengakibatkan kematian/saling meniadakan.


DAFTAR PUSTAKA

Burton. (2007). The History of Mathematics: An Introduction. McGraw-Hill.
Idzam Fautanu. (2012). Filsafat Ilmu. Jakarta: Referensi
Marsigit. (2013). Elegi memahami elegi. http://powermathematics.blogspot.co.id/
Max A Sobel, Evan M Maletsky. (2004). Mengajar Matematika. Jakarta: Erlangga
Raffles, T. S. (2014). The history of Java. Yogyakarta: Narasi.
Smith, K. J. (2012). The nature of mathematics. Belmont: Brooks/cole
Tobiaz Dantzig. (2005). Number: The Language of Science. New York: Pi Press




[1] Thomas Stamford Raffles. 2014. The History of Java. Yogyakarta: Narasi. Hal. 265

Model 6

“NOL”
Oleh:
Dwi Muryanto

Nol dan Ketiadaan
“What is the nature of the world stuff?” , adalah sebuah pertanyaan mendasar yang dilontarkan Thales (624-546 SM), salah satu tokoh filsuf masa Yunani Kuno. Thales menjawabnya dengan Air. Murid Thales, Anaximander (610-546 SM) mengatakan, benda pembentuk dunia adalah aperion, suatu substansi yang tidak memiliki batas atau definisi.
Adapun Plato (428-348 SM) menyatakan, semua realitas terdiri dari dunia ide dan dunia benda. Ide penyebab dari benda. Ide adalah realitas yang simpleks, tak bertubuh, immaterial, tak inderawi, tak dapat binasa, tidak dapat berubah, dan transenden. Ide yang tertinggi dinamai dengan Demiurgos. Pada awalnya selain ide, ada pula khaos, materi yang tak berbentuk yang kemudian dibentuk oleh demiurgos menggunakan ide menjadi benda nyata.
Theophillus dari antiokhia mengungkapkan kredo “creation ex nihilo”, segala sesuatu tercipta dari ketiadaan. Jargon ini diajarkan pula oleh Hermae, Ireneus dari Lyon, dan didukung pula oleh Augustinus (354-430M) tokoh filsuf periode awal skolastik. Penciptaan dari ketiadaan inilah yang kelak kemudian menemukan bukti kuat dalam sains melalui teleskop Hubble.
Sunya adalah kata dalam bahasa India yang menyatakan kosong, ketiadaan. Kata inilah yang dalam beberapa buku sejarah dianggap sebagai awal dari pembentuk kata Zero/Nol, meskipun secara gramatikal akan ditemukan kejanggalan.
Peradaban Inca di peru, menggunakan quippus untuk menotasikan angka. Quippus berwujud titik yang melambangkan nilai angka yang dirujuk. Tidak ada nol dalam quippus, nol direpresentasikan dengan ketiadaan titik (absence of a knot denoted zero). Hal yang sama ditemukan pula pada peradaban India kuno, dimana nol disimbolkan dengan spasi kosong. Demikian halnya dengan angka Romawi, tiada angka Nol.
Kata Nol/Zero oleh beberapa orang dirasa aneh dan evolusinya bahkan lebih menarik . Kata Nol/Zero bermula dari kata Arab sifr (صفر ) yang berarti kosong, lowong atau hampa, yang merupakan terjemah harfiah dari kata Sansekerta sunya yang berarti batal atau kosong.
Sebagian manusia, menggunakan jari tangan untuk menjelaskan kuantitas dan hasil penghitungan. Peradaban mesir kuno, mensimbolkan angka dan perhitungannya dalam Hieroglif. Fakta yang ada menunjukkan pada masa itu, belum dikenal adanya bilangan Nol/Zero beserta lambang bilangannya.
Nol dan Lambang bilangannya
Peradaban Maya kuno di selatan Mexico, mengekspresikan angka dalam dua bentuk, titik dan garis. Titik melambangkan satu (1), garis melambangkan lima (5). Adapun angka nol, dilambangkan dengan kerangka ellips.
Nol dan Pencetusnya
Penemuan angka nol adalah salah satu peristiwa yang paling  penting dalam Matematika. Pencetus angka nol ialah Muḥammad bin Mūsā al-Khawārizmī.  Ia adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi muslim yang berasal dari Persia. Lahir sekitar tahun 780 di Khwārizm (sekarang Khiva, Uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850 di Baghdad. Ia mengembangkan angka India dan kemudian memperkenalkan Sistem Penomoran Desimal (sepuluhan).
Zero berasal dari akar kata Shifr. Shifr ini kemudian ditransliterasikan menjadi zephyr atau Zephyrus dalam bahasa Latin. Dalam bahasa Latin Zephyrus berarti " angin barat " ; meskipun kata benda yang lebih tepat untuk Zephyrus adalah dewa Romawi dari angin barat (setelah dewa Yunani Zephyros). Sejak makna kata Nol datang, Zephyrus tidak lagi bermakna angin barat, namun menjadi “hampir ada angin”, “angin sepoi-sepoi”. Kata zephyr bertahan dengan makna ini diInggris saat ini .
Fibonacci ( C.1170-1250 ) matematikawan Italia, yang dibesarkan di Arab Afrika Utara disinyalir sebagai orang yang memperkenalkan sistem desimal Arab ke Eropa menggunakan terma zephyrum. Kata ini menjadi Zefiro di Italia, yang berubah menjadi Zero dalam dialek Venetian , yang pada akhirnya memberikan kata Zero dalam bahasa Inggris modern.
Nol, penyebab komputer macet
Pelajaran tentang bilangan nol, dari sejak zaman dahulu sampai sekarang selalu menimbulkan kebingungan bagi para pelajar dan mahasiswa, bahkan masyarakat pengguna. Mengapa? Bukankah bilangan nol itu mewakili sesuatu yang tidak ada dan yang tidak ada itu ada, yakni nol. Siapa yang tidak bingung? Tiap kali bilangan nol muncul dalam pelajaran Matematika selalu ada ide yang aneh. Seperti ide jika sesuatu yang ada dikalikan dengan 0 maka menjadi tidak ada. Mungkinkah 5×0 menjadi tidak ada?. Ide ini membuat orang frustrasi. Apakah nol ahli sulap?
Aturan lain tentang nol yang juga misterius adalah bahwa suatu bilangan jika dibagi nol tidak didefinisikan. Maksudnya, bilangan berapa pun yang tidak bisa dibagi dengan nol. Komputer yang canggih bagaimana pun akan mati mendadak jika tiba-tiba bertemu dengan pembagi angka nol. Komputer memang diperintahkan berhenti berpikir jika bertemu sang divisor nol.
NAMA PERIODE
TAHUN
KETERANGAN
Babylonia, Mesir Kuno, Amerika Kuno
3000 – 601 SM
Babylonia : Basis 60, belum memiliki symbol 0
Mesir Kuno: Hieroglif, belum memiliki symbol 0
Yunani, Cina dan Romawi
600 SM – 499 M

Hindu dan Persia
500 – 1199 M
Hindu : Sexadesimal, belum memiliki symbol 0
Era Kegelapan
1200 – 1599 M
Sistem numeral Hindu-Arab. Mulai ada symbol 0
Masa Pencerahan
1600 – 1699 M

Awal Modern
1700 – 1799 M
Metrik sistem
Modern
1800 – Sekarang
Era komputer

Bilangan nol: tunawisma
Bilangan cacah disusun berdasarkan hierarki menurut satu garis lurus. Pada titik awal adalah bilangan nol, kemudian bilangan 1, 2, dan seterusnya. Bilangan yang lebih besar di sebelah kanan dan bilangan yang lebih kecil di sebelah kiri. Semakin jauh ke kanan akan semakin besar bilangan itu. Berdasarkan derajat hierarki (dan birokrasi bilangan), seseorang jika berjalan dari titik 0 terus-menerus menuju angka yang lebih besar ke kanan akan sampai pada bilangan yang tidak terhingga. Tetapi, mungkin juga orang itu sampai pada titik 0 kembali. Bukankah dunia ini bulat? Mungkinkah? Bukankah Columbus mengatakan bahwa kalau ia berlayar terus-menerus ia akan sampai kembali ke Eropa?
Nol dan Film Astro Boy
Tahun 2009, Imagi Studio bekerja sama dengan Summit Entertainment merilis film Astro Boy. Salah satu bagian pada film ini menceritakan ihwal adanya fragmen sebuah bintang yang dapat disarikan menjadi Blue core energy (inti biru). Inti Biru artinya tenaga positif murni yang merujuk pada kebaikan dan cahaya. Inti biru ini dapat menjadi sumber tenaga baru yang bisa menopang diri sendiri serta dapat mengubah kehidupan di bumi. Akan tetapi saat deposit tenaga biru dikeluarkan dari fragmen, akan didapatkan produk yang tidak stabil, yang disebut dengan Negative Red Energy (Inti Merah).  apabila inti merah dan biru digabung akan mengakibatkan kematian/saling meniadakan.

Nol dan Teori Warna
Teori Brewster adalah teori yang menyederhanakan warna yang ada menjadi 4 kelompok utama. Keempat kelompok warna tersebut, yaitu: warna primer, sekunder, tersier, dan warna netral. pada intinya Teori Brewster adalah sebuah perjalanan warna. Warna Primer adalah sebuah warna dasar/asli yang bukan merupakan campuran dari warna-warna lain. warna primer meliputi Merah, Kuning dan Biru.
Shifr yang menjadi sumber kata zero/nol, tersusun dari huruf shod, fa’ dan ro’. Dalam khasanah sastra arab, kata yang disusun oleh ketiga huruf tersebut dapat memiliki arti kuning.

Nol dan Sengkalan
Sengkalan merupakan bentuk lain dari chronogram yaitu rangkaian kata atau lambang yang memiliki makna dan sekaligus menandakan angka tahun. Sengkalan dapat digunakan untuk menandai nomena maupun fenomena. Bilamana dibaca secara berurutan, memberikan beberapa arti yang menggambarkan kenyataan yang bias dikenang pada tahun dimaksud. Penunjukan dan pemaknaan sengkalan  didasarkan menurut watak (sifat) setiap kata. Untuk membuat sengkalan, kalimat harus memiliki makna yang utuh, puitis dan indah. Susunan kata dalam sengkalan adalah sebagai berikut:
kata pertama menunjukkan angka satuan, kata kedua menunjukkan angka puluhan, kata ketiga menunjukkan angka ratusan, dan kata keempat menunnjukkan angka ribuan. Dengan demikian, urutan penyebutan sengkalan berbalik dengan urutan bilangan tahun. Sebagai contoh, runtuhnya kerajaan Majapahit ditandai dengan sengkalan “sirna ilang kertaning bhumi”, masing masing menunjukkan angka 0, 0, 4, dan 1, dibaca 1400 (tahun jawa)[1]. Regol kemagangan Keraton Yogyakarta dihiasi dengan sengkalan Dwi Naga Rasa Tunggal yang menunjukkan angka 2, 8, 6, dan 1. Sengkalan ini melambangkan berdirinya kraton Yogyakarta pada tahun 1682.
Watak nol
Ada 3 watak bagi nol yaitu: (1) Bersifat tidak ada atau hampa atau tidak tampak secara jasmaniah: Asat, Abu, boma, ilang, murca, musna, nir, sirna, suwung, sunya, tan, tanpa, umbul, (2) Berarti langit : akasa, gegana, dirgantara, langit, swarga, tawang, awing-awang, (3) Sifat langit : dhuwur, inggil, luhur, adoh.
Berikut daftar
Tarli Nugroho, peneliti Mubyarto Institute UGM, mengutip pendapat Almarhum Prof. Damarjati Supajar: "Hidup ini seperti matematika, dan kita harus belajar dari angka nol. Kalau diperhatikan, selama manusia hidupnya hanya menjumlah atau menambah, misalnya nambah harta, nambah anak, atau nambah jabatan, niscaya hidupnya tidak akan cepat menuju kesempurnaan, menuju infinitum. Dan angka nol itu, dalam bahasa agama, sama dengan ikhlas. Artinya, hidup itu harus ikhlas, niscaya kita bisa segera

Burton. (2007). The History of Mathematics: An Introduction. McGraw-Hill.
Raffles, T. S. (2014). The history of Java. Yogyakarta: Narasi.
Smith, K. J. (2012). The nature of mathematics. Belmont: Brooks/cole.





[1] Thomas Stamford Raffles. 2014. The History of Java. Yogyakarta: Narasi. Hal. 265