MATEMATIKA MODEL :
Karya Hermeneutika
Pikiran manusia diperoleh dari logika dan
pengalamannya. Pikiran ini berdimensi parallel dan simultan, sedang kemampuan
inderawi manusia bersifat seri, berurutan dan terbatas. Namun ternyata,
disadari maupun tidak, sehebat apapun pikiran manusia, tidak akan pernah dapat
mengetahui seluk beluk relung hati. Pikiran manusia dapat memperkirakan apa
yang mungkin ada dan mungkin terjadi, namun tiadalah pikiran dapat memastikan
apa yang senyata ada dan terjadi pada masa yang akan datang. Untuk itulah
diperlukan olah pikir yang bukan sebarang berpikir tetapi berpikir yang
reflektif.
Pikiran berkembang dalam kehidupan, dan hidup ini
penuh dengan mitos. Namun tidak semua mitos harus diabaikan karena ternyata
mitos bermanfaat dalam hidup. Sebagai contoh, proses belajar anak kecil bermula
dari mitos yang diterima dari orang lain/ orang dewasa. Anak-anak diperintahkan
ini itu dan dilarang seperti ini seperti itu karena begini dan begitu. Mitos
ini akan mengalami perubahan menurut ruang dan waktunya. Tanpa perlakuan, mitos
tetap akan menjadi mitos, namun melalui perantaraan filsafat mitos dapat
berubah menjadi logos. Mitos berarti percaya begitu saja, sedangkan logos
adalah percaya dengan dipikirkan terlebih dahulu.
Tidak terdapat definisi tunggal terhadap filsafat
atau ilmu secara umum. Mengapa demikian?
Objek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin
ada. Yang ada dan mungkin ada berasal dari ruang dan waktu, dimana tidak ada
ruang jika tak ada waktu, dan tidak ada waktu jika tiada ruang. Pengetahuan
tentang yang ada ditandai dengan didapatkannya identifikasi ciri-ciri atau
sifat dari objek yang ada tersebut. Sebagai contoh, kata (baik nomina, kerja
maupun keterangan) yang diucapkan oleh seseorang dikendalikan oleh pikiran
dimana telah ada dalam pikiran orang tersebut konsep tentang objek yang ia
ucapkan. Contoh sederhana dari yang mungkin ada adalah sesuatu yang akan
dikeluarkan oleh seseorang dari dalam bagasinya.
Belajar menurut pandangan filsafat berarti
mengadakan dari yang mungkin ada. Guna mempelajari objek filsafat yang berupa
yang ada dan yang mungkin ada, wadah dan isinya, diperlukan alat belajar
filsafat yang berupa bahasa analog. Bahasa analog lebih tinggi dari sinonim, sama,
identik, atau perumpamaan. Sumber belajarnya dapat dari siapapun, dari manapun.
Mengapa, karena inti belajar adalah mengambil ide dan dalam pengambilan ide
tergantung kapan, dimana, menurut siapa. Akan tetapi tiada seseorang
benar-benar berfilsafat jika tidak berdasar pemikiran para filsuf.
Pada saat seseorang belajar filsafat ilmu,
dikenakan aspek filsafatnya saja, dimana pada akhir fase belajar tidak
ditemukan formula, karena formula ini bersifat kontekstual, baik dalam ruang
maupun waktunya.
Matematika Model dan Filsafat
Belajar matematika adalah belajar tetang struktur
atau model, dan di dalam filsafat semua ide ialah struktur. Matematika model
dapat dianggap sebagai kelanjutan dari filsafat ilmu, dimana aspek belajarnya
lebih ditekankan pada hermeneutika daripada struktur ide maupun gagasan.
Gambarannya sebagaimana bentuk spiral dimana ide bergerak, berubah dan
berkembang menurut ruang waktunya. Pemaknaan orang terhadap sebuah ide saat ini
diperoleh berdasarkan pemaknaan dirinya atau orang lain atas ide tersebut yang
telah dikemukakan tempo hari, terus menerus berlaku demikian.
Seseorang yang sedang mengikuti perkuliahan matematika model, haruslah
bersiap untuk menengok masa lampau, melihat artefak-artefak pengetahuan/matematika
yang terhampar, menterjemahkan; menginterpretasi;
menafsirkan dan kemudian menyusun mozaiknya kembali berdasarkan logika dan
pengalamannya sendiri. Dengan demikian, inti dari matematika model adalah hermeneutika, diterjemahkan dan menterjemahkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar