Jumat, 24 Juni 2016

Model

FORMAL

Pendahuluan
Matematika merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya bersifat umum, memiliki struktur ketat, terdiri atas aksioma, definisi, dan teorema yang dibangun dengan suatu struktur logika[1]. Pengetahuan matematika direpresentasikan melalui proses berpikir analitik dan logis. Hal ini menunjukkan bahwa berpikir matematis diperoleh melalui proses mental sadar yang didasari oleh logika matematika serta bukti matematika. 
Proses pengaitan antara notasi dan simbol dengan ide-ide matematika memerlukan aktivitas mental yang disebut kognisi formal (formal cognition). Kognisi formal merupakan kognisi yang dikontrol oleh logika matematika dan bukti matematika baik melalui deduksi maupun induksi matematika.  Kognisi formal menyediakan cara ketat memahami pengetahuan matematika.

Formal pada Era Yunani
Herakleitos (544-484 SM) menyatakan padangan tentang ketidaktetapan. Dalam perumpamaannya yang terkenal, panta rhei[2], Ia disebutkan menyatakan “engkau tidak dapat terjun ke sungai yang sama dua kali karena air sungai itu mengalir. Menurut Heraclitus, alam ini selalu dalam keadaan berubah, kosmos selalu bergerak, dan pergerakan itu menghasilkan perlawanan-perlawanan. Hal ini mengandung pengertian bahwasanya kebenaran selalu berubah[3].
Socrates (468-399 SM) beranggapan bahwa nilai itu bersifat tetap dan pasti menuju tecapainya suatunorma yang bersifat mutlak dan abadi, suatu norma yang sungguh-sunguh ada dalam arti absolut. Norma tersebut ada dalam diri manusia sendiri[4].
Plato (427-349 SM) merupakan seorang realis, dia mempercayai bahwa realitas itu ada dan tidak terikat pikiran manusia. Suatu sistem dikatakan benar jika suatu pernyataan menjelaskan keadaan sesungguhnya dari realitas yang terbebas dari pikiran, dunia materi yang tampak hanyalah merupakan bayangan dari dunia cita (ide). Filsafat Plato lebih banyak mengkaji metafisika dan etika[5].
Pernyataan Plato yang terkenal adalah “ Sesuatu adalah saya sebagaimana hal itu terjadi pada saya, dan sesuatu itu adalah kamu sebagaimana hal itu terjadi pada kamu. Plato meyakini bahwa benda-benda di alam semesta terbagi ke dalam dua kelas, yaitu yang hanya terbuka bagi rasio dan yang hanya terbuka bagi pancaindera. Dunia pertama adalah dunia ide, sedangkan dunia kedua adalah dunia jasmani[6]. Benda-benda  seperti matahari, pohon, binatang  berbentuk materi, sementara kebaikan, keburukan, jiwa seorang manusia termasuk kategori non materi. Suatu gambar empat persegi panjang termasuk kategori materi, tetapi persegi panjang itu sendiri termasuk ke dalam kategori non materi.
Aristoteles (384-322 SM) seorang murid yang mendampingi Plato selama duapuluh tahun, tidak setuju dengan Plato mengenai hakekat matematika. Bagi dia kata “ dua” bukan suatu kata benda untuk suatu obyek abstrak yang bebas dari obyek fisik, tetapi suatu keterangan merumuskan suatu obyek fisik. Setiap benda memiliki dua unsur yang tidak dapat dipisahkan yaitu materi (hyle) dan bentuk (morfe). Ajaran ini dikenal dengan hylemorfisme[7].

Formalisme dalam Matematika
David Hilbert (1642 –1943), salah satu penganut formalisme  berpendapat bahwa matematika adalah tidak lebih atau tidak kurang sebagai bahasa. Formalis memandang matematika sebagai suatu permainan formal yang tak bermakna (meaningless) dengan tulisan pada kertas, yang taat mengikuti aturan.
Menurut Ernest, formalisme memiliki dua dua tesis,  yaitu pertama, matematika dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sebarangan dimana kebenaran matematika disajikan melalui teorema-teorema formal. Kedua, jaminan validitas dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan keterbebasannya dari ketidak konsistenan




Pendekatan Formal
Suatu sistem formal dimulai dengan unsur-unsur atau dengan isilah-istilah yang tidak didefinisikan. Lalu dibuat definisi-definisi mengenai unsur-unsur atau istilah-istilah itu dan ditetapkan pula sejumlah anggapan dasar atau aksioma yang merupakan pernyataan-pernyataan mengenai unsur-unsur itu. Fakta-fakta atau teorema dalam sistem itu menyusul, sebagai konsekuensi logis dengan penalaran deduktif.
Pendekatan secara formal ini merupakan suatu pendekatan di dalam rekayasa perangkat lunak melakukannya dengan cara membuat logika yang disusun secara sistematis terlebih dahulu. Setelah itu system yang dibuat akan dideskripsikan terlebih dahulu baik itu sehingga dapat dibuat sebuah model yang akurat dan sistematis.
Metode pendekatan formal ini tepat digunakan dalam sebuah system yang urgen yang apabila terjadi kesalahan akan berakibat fatal dan berdampak buruk bagi khalayak umum seperti layanan bank dan instansi pemerintahan.
Sains Formal
Sains formal dimulai sebelum formulasi metode ilmiah, dengan teks matematika bertanggal 1800 SM di Babilonia , 1600 SM di Mesir Kuno, dan 1000 SM di India. Dari kebudayaan yang berbeda, lahir pula Matematika Yunani dan Matematika Islam.
Selain matematika, logika merupakan salah satu contoh subjek pengetahuan tertua dalam bidang sains formal. Seperti analisis eksplisit dari metode pertimbangan, logika terbangun di tiga tempat, yaitu Logika India dari abad ke enam sebelum masehi,Logika Cina dari abad ke lima sebeum masehi, dan Yunani kuno dari abad ke empat sebelum masehi. Pengolahan logika modern secara formal diturunkan dari budaya Yunani kuno, dituliskan melalui Logika Aristotelian, yang lalu dikembangkan lebih jauh oleh pakar logika Islam.
Sejumlah disiplin lain dalam sains formal sangat bergantung pada matematika, mereka tidak muncul hingga matematika berkembang menjadi level tingkat tinggi. Pierre de Fermat dan Blaise Pascal (1654), serta Christiaan Huygens (1657) memulai studi awal mengenai teori probabilitas. Di awal abad ke 19, Carl Friedrich Gauss dan Pierre-Simon Laplacemengembangkan teori matematika statistika yang juga menjelaskan penggunaan statistika dalam asuransi dan akuntansi di pemerintahan.
Definisi Formal
Definisi formal disebut juga definisi terminologis, yaitu definisi yang disusun berdasarkan logika formal yang terdiri tiga unsur. Struktur definisi ini berupa "kelas", "genus", "pembeda" (deferensiasi). Ketiga unsur tersebut harus tampak dalam definiens.
Struktur formal diawali dengan klarifikasi, diikuti dengan menentukan kata yang akan dijadikan definiendium, dilanjutkan dengan menyebut genus, dan diakhiri dengan menyebutkan kata-kata atau deskripsi pembeda. Pembeda harus lengkap dan menyeluruh sehingga benar-benar menunjukkan pengertian yang sangat khas dan membedakan pengertian dari kelas yang lain.
Definisi formal mempunyai syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar sesuai dengan aturan yang ada. Prinsip atau hukum dalam definisi formal menurut Aristoteles[8] adalah: Hukum identitas (law of identity), hukum kontradiksi (law of contradiction) dan hukum penyisihan jalan tengah (law of ecluded midle)
Secara umum diakui bahwa isi dan metode matematika formal, karena hakikatnya, membuat matematika menjadi abstrak, umum, formal, objektif, rasional, dan teoretis. Ini adalah hakikat ilmu pengetahuan dan matematika. Dengan pendekatan ini kaum absolutis membangun matematika formal yang dianggapnya sebagai netral dan bebas nilai. Hal-hal yang terikat dengan implikasi sosial dan nilai-nilai yang menyertainya, secara eksplisit, dihilangkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin Salam. 1988. Logika formal . Jkarta:Bina Aksara

Idzam Fautanu. 2012. Filsafat ilmu, Teori & Aplikasinya . Jakarta: Referensi

Sumardyono. 2004. Karakteristik matematika dan implikasinya terhadap pembelajaran matematika.Yogyakarta: PPPG Matematika

Skemp, R. K. (1986). The Psychology of Learning Mathematics (2nd ed.). Harmondsworth, England: Penguin.

http://sayasukamatematika.blogspot.co.id/2010/09/kognisi-dalam-mempelajari-matematika.html



[1] Sumardyono. 2004. Karakteristik matematika dan implikasinya terhadap pembelajaran matematika , hal 4
[2] Burhanuddin Salam. 1988. Logika formal hal.109
[3] Idam Fautanu. 2012. Filsafat ilmu, Teori & Aplikasinya  hal. 23
[4] Idam Fautanu. 2012. Filsafat ilmu, Teori & Aplikasinya  hal. 15
[5] Burhanuddin Salam, op cit. hal 111
[6] ibid. hal 111
[7] ibid. hal 111
[8] Burhanuddin Salam. Op cit hal. 18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar