FORMAL
Pendahuluan
Matematika
merupakan buah pikir manusia yang kebenarannya bersifat umum, memiliki struktur
ketat, terdiri atas aksioma, definisi, dan teorema yang
dibangun dengan suatu struktur logika[1].
Pengetahuan matematika direpresentasikan melalui proses berpikir analitik dan
logis. Hal ini menunjukkan bahwa berpikir matematis diperoleh melalui proses
mental sadar yang didasari oleh logika matematika serta bukti matematika.
Proses
pengaitan antara notasi dan simbol dengan ide-ide matematika memerlukan
aktivitas mental yang disebut kognisi formal (formal cognition). Kognisi
formal merupakan kognisi yang dikontrol oleh logika matematika dan bukti
matematika baik melalui deduksi maupun induksi matematika. Kognisi
formal menyediakan cara ketat memahami pengetahuan matematika.
Formal
pada Era Yunani
Herakleitos
(544-484 SM) menyatakan padangan tentang ketidaktetapan. Dalam perumpamaannya
yang terkenal, panta rhei[2],
Ia disebutkan menyatakan “engkau tidak dapat terjun ke sungai yang sama dua
kali karena air sungai itu mengalir. Menurut Heraclitus, alam ini selalu dalam
keadaan berubah, kosmos selalu bergerak, dan pergerakan itu menghasilkan
perlawanan-perlawanan. Hal ini mengandung pengertian bahwasanya kebenaran
selalu berubah[3].
Socrates
(468-399 SM) beranggapan bahwa nilai itu bersifat tetap dan pasti menuju
tecapainya suatunorma yang bersifat mutlak dan abadi, suatu norma yang
sungguh-sunguh ada dalam arti absolut. Norma tersebut ada dalam diri manusia
sendiri[4].
Plato
(427-349 SM) merupakan seorang realis, dia mempercayai bahwa realitas itu ada
dan tidak terikat pikiran manusia. Suatu sistem dikatakan benar jika suatu
pernyataan menjelaskan keadaan sesungguhnya dari realitas yang terbebas dari
pikiran, dunia materi yang tampak hanyalah merupakan bayangan dari dunia cita
(ide). Filsafat Plato lebih banyak mengkaji metafisika dan etika[5].
Pernyataan
Plato yang terkenal adalah “ Sesuatu adalah saya sebagaimana hal itu terjadi
pada saya, dan sesuatu itu adalah kamu sebagaimana hal itu terjadi pada kamu.
Plato meyakini bahwa benda-benda di alam semesta terbagi ke dalam dua kelas,
yaitu yang hanya terbuka bagi rasio dan yang hanya terbuka bagi pancaindera.
Dunia pertama adalah dunia ide, sedangkan dunia kedua adalah dunia jasmani[6].
Benda-benda seperti matahari, pohon,
binatang berbentuk materi, sementara
kebaikan, keburukan, jiwa seorang manusia termasuk kategori non materi. Suatu
gambar empat persegi panjang termasuk kategori materi, tetapi persegi panjang
itu sendiri termasuk ke dalam kategori non materi.
Aristoteles
(384-322 SM) seorang murid yang mendampingi Plato selama duapuluh tahun, tidak
setuju dengan Plato mengenai hakekat matematika. Bagi dia kata “ dua” bukan
suatu kata benda untuk suatu obyek abstrak yang bebas dari obyek fisik, tetapi
suatu keterangan merumuskan suatu obyek fisik. Setiap benda memiliki dua unsur
yang tidak dapat dipisahkan yaitu materi (hyle) dan bentuk (morfe).
Ajaran ini dikenal dengan hylemorfisme[7].
Formalisme
dalam Matematika
David
Hilbert (1642 –1943), salah satu penganut formalisme berpendapat bahwa matematika adalah tidak
lebih atau tidak kurang sebagai bahasa. Formalis memandang
matematika sebagai suatu permainan formal yang tak bermakna (meaningless)
dengan tulisan pada kertas, yang taat mengikuti aturan.
Menurut Ernest, formalisme
memiliki dua dua tesis, yaitu pertama, matematika
dapat dinyatakan sebagai sistem formal yang tidak dapat ditafsirkan sebarangan
dimana kebenaran matematika disajikan melalui teorema-teorema formal. Kedua,
jaminan validitas dari sistem formal ini dapat didemostrasikan dengan keterbebasannya
dari ketidak konsistenan
Pendekatan
Formal
Suatu
sistem formal dimulai dengan unsur-unsur atau dengan isilah-istilah yang tidak
didefinisikan. Lalu dibuat definisi-definisi mengenai unsur-unsur atau istilah-istilah
itu dan ditetapkan pula sejumlah anggapan dasar atau aksioma yang merupakan
pernyataan-pernyataan mengenai unsur-unsur itu. Fakta-fakta atau teorema dalam
sistem itu menyusul, sebagai konsekuensi logis dengan penalaran deduktif.
Pendekatan
secara formal ini merupakan suatu pendekatan di dalam rekayasa perangkat lunak
melakukannya dengan cara membuat logika yang disusun secara sistematis terlebih
dahulu. Setelah itu system yang dibuat akan dideskripsikan terlebih dahulu baik
itu sehingga dapat dibuat sebuah model yang akurat dan sistematis.
Metode
pendekatan formal ini tepat digunakan dalam sebuah system yang urgen yang
apabila terjadi kesalahan akan berakibat fatal dan berdampak buruk bagi khalayak
umum seperti layanan bank dan instansi pemerintahan.
Sains
Formal
Sains
formal dimulai sebelum formulasi metode ilmiah, dengan teks matematika bertanggal 1800 SM di Babilonia , 1600 SM di Mesir Kuno, dan 1000 SM di India.
Dari kebudayaan yang berbeda, lahir pula Matematika Yunani dan Matematika Islam.
Selain
matematika, logika merupakan salah satu contoh
subjek pengetahuan tertua dalam bidang sains formal. Seperti analisis eksplisit
dari metode pertimbangan, logika terbangun di tiga tempat, yaitu Logika
India dari
abad ke enam sebelum masehi,Logika
Cina dari abad
ke lima sebeum masehi, dan Yunani kuno dari abad ke empat sebelum masehi.
Pengolahan logika modern secara formal diturunkan dari budaya Yunani kuno,
dituliskan melalui Logika Aristotelian, yang lalu dikembangkan lebih jauh oleh pakar logika Islam.
Sejumlah
disiplin lain dalam sains formal sangat bergantung pada matematika, mereka
tidak muncul hingga matematika berkembang menjadi level tingkat tinggi. Pierre de Fermat dan Blaise Pascal (1654), serta Christiaan
Huygens (1657)
memulai studi awal mengenai teori
probabilitas. Di
awal abad ke 19, Carl
Friedrich Gauss dan Pierre-Simon
Laplacemengembangkan
teori matematika statistika yang juga menjelaskan penggunaan statistika
dalam asuransi dan akuntansi di pemerintahan.
Definisi
Formal
Definisi
formal disebut juga definisi terminologis, yaitu definisi yang disusun
berdasarkan logika formal yang terdiri tiga unsur. Struktur definisi ini berupa
"kelas", "genus", "pembeda"
(deferensiasi). Ketiga unsur tersebut harus tampak dalam definiens.
Struktur formal diawali dengan
klarifikasi, diikuti dengan menentukan kata yang
akan dijadikan definiendium, dilanjutkan dengan menyebut genus,
dan diakhiri dengan menyebutkan kata-kata atau deskripsi pembeda. Pembeda harus
lengkap dan menyeluruh sehingga benar-benar menunjukkan pengertian yang sangat
khas dan membedakan pengertian dari kelas yang
lain.
Definisi
formal mempunyai syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi agar sesuai dengan
aturan yang ada. Prinsip atau hukum dalam definisi formal menurut Aristoteles[8]
adalah: Hukum identitas (law of identity), hukum kontradiksi (law of
contradiction) dan hukum penyisihan jalan tengah (law of ecluded midle)
Secara umum diakui bahwa isi dan metode
matematika formal, karena hakikatnya, membuat matematika menjadi abstrak, umum,
formal, objektif, rasional, dan teoretis. Ini adalah hakikat ilmu pengetahuan
dan matematika. Dengan pendekatan ini kaum absolutis membangun matematika
formal yang dianggapnya sebagai netral dan bebas nilai. Hal-hal yang terikat
dengan implikasi sosial dan nilai-nilai yang menyertainya, secara eksplisit,
dihilangkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin
Salam. 1988. Logika formal . Jkarta:Bina Aksara
Idzam
Fautanu. 2012. Filsafat ilmu, Teori & Aplikasinya . Jakarta:
Referensi
Sumardyono.
2004. Karakteristik matematika dan implikasinya terhadap pembelajaran
matematika.Yogyakarta: PPPG Matematika
Skemp, R. K. (1986). The
Psychology of Learning Mathematics (2nd ed.). Harmondsworth, England:
Penguin.
[1]
Sumardyono. 2004. Karakteristik matematika dan implikasinya terhadap
pembelajaran matematika , hal 4
[2]
Burhanuddin Salam. 1988. Logika formal hal.109
[3]
Idam Fautanu. 2012. Filsafat ilmu, Teori & Aplikasinya hal. 23
[4]
Idam Fautanu. 2012. Filsafat ilmu, Teori & Aplikasinya hal. 15
[5]
Burhanuddin Salam, op cit. hal 111
[6]
ibid. hal 111
[7]
ibid. hal 111
[8]
Burhanuddin Salam. Op cit hal. 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar